TAFSIR AYAT TENTANG KEWAJIBAN BELAJAR MENGAJAR ( SURAT AL-ANKABUT AYAT 19 – 20 )
Sumber-mu : Tafsir : Tafsir Ayat tentang kewajiban Belajar Mengajar (Q.S. Al-Ankabut Ayat 19 - 20) - Dalam pembahasan kali ini, anda bisa memahami makna dari pembahasan kali ini. Disamping itu juga anda juga bisa membaca mengenai Ambil Upah Mengajar dalam Islam atau Hukum menerima Gaji atau upah mengajar. Selanjutnya silahkan membaca pembahasan di bawah ini.
I.Pendahuluan
Al-Qur’an merupakan wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW
dan merupakan kalamullah yang mutlak kebenarannya, berlaku sepanjang
zaman dan mengandung ajaran dan petunjuk tentang berbagai hal yang
berkaitan dengan kehidupan manusia di dunia dan akhirat kelak. Ajaran
dan petunjuk tersebut amat dibutuhkan oleh manusia dalam mengarungi
kehidupannya.
Namun demikian al-Qur’an bukanlah kitab suci yang siap pakai dalam
arti berbagai konsep yang dikemukakan al-Qur’an tersebut, tidak langsung
dapat dihubungkan dengan berbagai masalah yang dihadapi manusia. Ajaran
al-Qur’an tampil dalam sifatnya yang global, ringkas dan general
sehingga untuk dapat memehami ajaran al-Qur’an tentang berbagai masalah
tersebut, mau tidak mau seseorang harus melalui jalur tafsir sebagimana
yang dilakukan oleh para ulama’.[1]
Salah satu pokok ajaran yang terkandung dalam al-Qur’an adalah
tentang kewajiban belajar mengajar, yang dalam makalah ini akan membahas
tentang Surat al-Ankabut ayat 19 – 20.
II.Pembahasan
19. Dan apakah mereka tidak memperhatikan bagaimana Allah
menciptakan (manusia) dari permulaannya, Kemudian mengulanginya
(kembali). Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.
20. Katakanlah: “Berjalanlah di (muka) bumi, Maka perhatikanlah
bagaimana Allah menciptakan (manusia) dari permulaannya, Kemudian Allah
menjadikannya sekali lagi. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala
sesuatu.[2]
Allah SWT berfirman, menceritakan kisah Nabi Ibrahim a.s. bahwa
Ibrahim memberi petunjuk kepada kaumnya untuk membuktikan adanya hari
bangkit yang mereka ingkari melalui apa yang mereka saksikan dalam diri
mereka sendiri. Yaitu bahwa Allah SWT menciptakan yang pada sebelumnya
mereka bukanlah sesuatu yang disebut – sebut ( yakni tiada ). Kemudian
mereka ada dan menjadi manusia yang dapat mendengar dan melihat. Maka
Tuhan yang memulai penciptaan itu mampu mengembalikannya menjadi hidup
kembali, dan sesungguhnya mengembalikan itu mudah dan ringan bagi-Nya.
Kemudian Ibrahim memberi mereka petunjuk akan hal tersebut melalui
segala sesuatu yang mereka saksikan di cakrawala, berupa berbagai macam
tanda – tanda kekuasaan Allah yang telah menciptakan-Nya. Yaitu langit
dan bintang – bintang yang ada padanya, baik yang bersinar maupun yang
tetap beredar. Juga bumi serta lembah – lembah, gunung – gunung yang ada
padanya, dan tanah datar yang terbuka dan hutan – hutan, serta
pepohonan dan buah – buahan, sungai – sungai dan lautan, semua itu
menunjukkan statusnya sebagai makhluk, juga menunjukkan adanya yang
menciptakannya, yang mengadakannya serta memilih segalanya.[3]
Perintah berjalan kemudian dirangkai dengan perintah melihat seperti firman-Nya ( siiru fi al-ardhi fandhuru ) ditemukan
dalam al Qur’an sebanyak tujuh kali, ini mengisyaratkan perlunya
melakukan apa yang diistilahkan dengan wisata ziarah. Dengan perjalan
itu manusia dapat memperoleh suatu pelajaran dan pengetahuan dalam
jiwanya yang menjadikannya menjadi manusia terdidik dan terbina, seperti
dia menemui orang-orang terkemuka sehingga dapat memperoleh manfaat
dari pertemuannya dan yang lebih terpenting lagi ia dapat menyaksikan
aneka ragam ciptaan Allah.[4]
Dengan melakukan perjalanan di bumi seperti yang telah diperintahkan
dalam ayat ini, seseorang akan menemukan banyak pelajaran yang berharga
baik melalui ciptaan Allah yang terhampar dan beraneka ragam maupaun
dari peninggalan – peninggalan lama yang masih tersisa puing – puingnya.
Ayat di atas adalah pengarahan Allah untuk melakukan riset tentang asal usul kehidupan lalu kemudian menjadikannya bukti.
Sebagai tambahan perjuangan mencari ilmu pengetahuan merupakan tugas
atau kewjiban bagi setiap muslim baik bagi laki-laki maupun wanita.
Menurut Nabi , tinta para pelajar nilainya setara dengan darah para
syuhada’ pada hari pembalasan.dengan demikian, para pelaku dalam proses
belajar mengajar, yaitu guru dan murid dipandang sebagai ‘‘ orang-orang
terpilih’’ dalam masyarakat yang telah termotivasi secara kuat oleh
agama untuk mengembangkan dan mengamalkan ilmu pengetahuan mereka.hal
ini sejalan dengan ayat al-Qur’an surat al-Taubah ayat 122 yang artinya
berbunyi :
Artinya : Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke
medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara
mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama
dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka Telah
kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.(Q.S.9.122 ).
Sungguh dalam Islam mereka yang tekun mencari ilmu lebih dihargai
daripada mereka yang beribadah sepanjang masa. Kelebihan ahli ilmu,
al-‘alim daripada ahli ibadah, al – ‘abid, adalah seperti kelebihan
Muhammad atas orang Islam seluruhnya. Di kalangan kaum muslimin hadits
ini sangat popular sehingga mereka memandang bahwa mencari ilmu
merupakan bagian integral dari ibadah.
Dalam Islam, nilai keutamaan dari pengetahuan keagamaan berikut
penyebarannya tidak pernah diragukan lagi. Nabi menjamin bahwa orang
yang berjuang dalam rangka menuntut ilmu akan diberikan banyak
kemudahanoleh Tuhan menuju surga. Para pengikut atau murid Nabi telah
berhasil meneruskan dan menerapkan ajaran tentang semangat menuntut dan
mencari ilmu. Motivasi religius ini juga bisa ditemukan dalam tradisi Rihla. Suatu tradisi ulama yang disebut al – rihla fi talab al – ‘ilm ‘ Suatu perjalanan dalam rangka mencari ilmu’adalah bukti sedemikian besarnya rasa keingintahuan dikalangan para ulama.
Rihla, tidak hanya merupakan tradisi ulama, tapi juga merupakan
kebutuhan untuk menuntut ilmu dan mencari ilmu yang didorong oleh nilai –
nilai religius. Hadits – hadits Nabi mebuktikan suatu hubungan tertentu
:” Seseorang yang pergi mencari ilmu dijalan Allah hingga ia kembali,
ia memeperoleh pahala seperti orang yang berperang menegakkan agama.
Para malaikat membentangkan sayap kepadanya dan semua makhluk berdoa
untuknya termasuk ikan dan air”.
Islam secara mutlaq mendorong para pengikutnya untuk menuntut ilmu
sejauh mungkin, bahkan sampai ke negeri Cina. Nabi menyatakan bahwa
jauhnya letak suatu Negara tidaklah menjadi masalah, sebagai ilustrasi
unik terhadap kemuliaan nilai ilmu pengetahuan.[5]
Siapaun sepakat hadits Nabi yang berbunyi Utlub al ‘ilm walau kana bi
al – shin, menekankan betapa pentingnya mencari ilmu lebih – lebih ilmu
agama yang dikategorikan Imam Ghozali sebagai fardlu ‘ain.[6]
Disamping Hadits Nabi yang berkenaan dengan al- shin nabi juga
menyinggung tentang al – yahud yang mana dikisahkan bahwa Nabi menyuruh
sekretarisnya untuk mempelajari kitab al – Yahud sebagai proteksi diri
dari penipuan kaum yahudi. Dari kedua hadits tersebut diungkapkan untuk
memberi penekananan bahwa terdapat hubungan simbiosis antara ilmu
pengetahuan dan dengan kemajuan serta ketahanan peradapan Islam.
[1] DR.H Abddin Nata,MA. Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan. Jakarta. PT RajaGrafindo Persada. 2002. Cet I,hlm.1-2
[2] Prof.H. Mahmud Junus. Tarjamah Al-Qur’an Al-Karim. Bandung. PT. al-Ma’arif. 1997. Cet 12. hlm.360.
[3] Al – Imam Abul Fida Isma’il Ibnu Kasir. Tafsir Ibnu Kasir. Bandung. Sinar Baru Algensindo. 2004.
Cet I hlm. 245.
[4] M. Quaisy Shihab. Tafsir al-Misbah Vol 15. Jakarta. Lentera Hati. 2002. hlm. 468.
[5] Abdurrahman Mas’ud, M.A, Ph.D. Menggagas Format Pendidikan Nondikotomik. Yogyakarta.
Gama Media.2002. hlm.24 -27.
[6] Ibid. hlm.74.
http://kcpkiainws.wordpress.com/2009/06/03/tafsir-ayat-tentang-kewajiban-belajar-mengajar-surat-al-ankabut-ayat-19-20/
No comments: