Sebelum membaca lebih lanjut, sobat bisa membaca juga mengenai Dampak Kapitalisme. Homeschool, atau sekolah rumah, adalah sebuah aktivitas untuk
menyekolahkan anak di rumah secara penuh. Paham ini mungkin terlihat
sedikit nyeleneh karena sementara semua orang menyekolahkan anaknya di
sekolah umum, kok ada ya orang yang menyekolahkan anaknya di rumah.
Bukankah itu sama saja dengan tidak sekolah. Pemikirin seperti ini
terjadi karena ada sebuah proses ahistoris (terpotong dari sejarah) yang
melupakan bahwa dulu sekolah memang di mulai dari rumah. Baru kemudian
setelah guru menjadi sebuah profesi tertentu sekolah mulai berpindah ke
sebuah gedung yang dinamai sekolah.
Sekarang, homeschooling mengalami comeback terutama di
Amerika Serikat. Perubahan ini terjadi karena dunia pendidikan juga
mengalami perubahan dalam abad terakhir ini, yaitu semakin sentralnya
lembaga pendidikan di tangan negara. Homeschool adalah sebuah reaksi
atas perubahan itu.
Bila dikategorikan, alasan-alasan untuk melakukan homeschool bisa dituliskan seperti ini:
Sekolah tidak mengajarkan iman yang benar kepada anak saya. Terus
terang ini sering menjadi alasan utama orang tua untuk
men-sekolahrumah-kan anaknya. Paling tidak 80% penggiat homeschool di
Amerika adalah golongan ini. Mereka ada penganut Kristen Evangelis dan
Fundamentalis yang tidak ingin anaknya diajarkan sains yang bertentangan
dengan kitab suci.
Sekolah sebagai lembaga pendidikan sudah bobrok. Banyak bullying di
sekolah. Guru-guru juga tidak bisa mendidik dengan baik, malah membuat
anak stress. Belum lagi kalau sekolahnya suka tawuran dan rawan
kriminalitas. Untuk kasus Indonesia, kemungkinan besar mereka
menyekolahkan anaknya karena alasan ini, karena kecewa dengan lembaga
pendidikan di sini.
Tidak setuju dengan filosofi pendidikan yang diterapkan di sekolah.
Sekitar 10% penggiat homeschooling di Amerika memiliki pandangan ini.
Mereka memilih untuk menyekolahkan anaknya di rumah saja, dengan
pendekatan pendidikan yang mereka sukai.
Orang tua ingin mengambil tanggung jawab penuh atas pendidikan
anaknya. Alasan ini sebenarnya bisa saja merupakan penjelasan lain dari
ketiga alasan di atas.
Ada beberapa keberatan akan sekolah di rumah yang biasa dikemukakan orang:
Orang tua bukan guru profesional, bagaimana bisa mereka mendidik anaknya.
Anak-anak nantinya tidak bisa bersosialisasi karena tidak bergaul dengan anak-anak sebayanya di sekolah.
Tidak tahu harus memakai kurikulum apa.
Biaya untuk membeli buku menjadi lebih besar karena tidak bisa meminjam buku dari sekolah.
Saya mencoba untuk menjernihkan keempat keberatan di atas.
Pertama, semua orang yang lebih tua sebenarnya adalah guru bagi yang
lebih muda. Tidak ada orang yang tidak bisa mengajar. Semua orang yang
bisa membaca bisa mengajar orang lain membaca. Begitu pula dengan
berhitung dan lain-lain. Tetapi bagaimana dengan ilmu-ilmu yang sulit
seperti fisika dan kimia? Di sinilah terletak kesalahpahamannya.
Homeschooling bukan berarti orang tua mengajar anak, melainkan orang tua
belajar bersama anak. Jadi tidak ada keharusan bahwa orang tua harus
menguasai materi pelajaran. Kalau ada kesulitan dalam menguasai materi,
bantuan bisa dicari kemudian.
Kedua, sekolah di rumah tidak berarti sang anak harus dikurung di
rumah. Anak tetap bisa bebas bermain dengan tetangga, atau malah
disekolahkan di sekolah non-formal yang lain seperti sekolah musik atau
sekolah olahraga.
Ketiga, sekarang, dengan kemudahan teknologi informasi, akses akan
kurikulum dapat diperoleh dengan mudah. Kelompok-kelompok orang tua yang
menjalankan homeschooling juga sudah mulai bermunculan.
Keempat, biaya untuk homeschooling malah bisa lebih rendah, karena
tidak harus keluar biaya gedung, seragam, uang transpor dan jajan.
Memang belanja buku di awal akan terlihat besar, namun bila dibagi
pertahun akan jauh lebih murah dari biaya sekolah total.
Yang patut diperhatikan adalah homeschooling menuntut tanggung jawab
yang besar dari orang tua akan perkembangan anaknya. Ini adalah komitmen
yang tidak mudah, apalagi untuk orang kota. Oleh karena itu, sebelum
memutuskan untuk menjalankan homeschool saya bisa memberikan beberapa
saran ini:
Yakinkah Anda, bahwa Anda akan memprioritaskan waktu dan tenaga Anda untuk pendidikan anak Anda?
Carilah informasi sebanyak-banyaknya sebelum memutuskan. Kalau bisa malah ngobrol dengan orang yang sudah menjalankannya.
Cek di Dinas Pendidikan daerah Anda apakah anak Anda bisa
mendapatkan ijasah formal atau persamaan dan bagaimana caranya, sebab
ini berkaitan dengan kelanjutan studi anak Anda di jenjang yang lebih
tinggi.
Jangan memaksa anak untuk homeschool, berikan pengertian kepada dia.
Jika ia lebih suka sekolah formal, biarkan saja. Kecuali bila anak
sudah lebih besar, Anda bisa lebih memberikan pertimbangan lebih banyak
kepada anak Anda, karena ia sudah bisa diajak berdialog dan berdebat
bila perlu.
No comments: